Kamis, 18 November 2010

Angklung akhirnya milik kita…

1290036685955987447Akhirnya ditetapkan juga.
Meski beritanya tidak menjadi topik utama dan cuma dapat jatah empat kolom aja (termasuk gambar yang cukup besar) di harian kompas pagi ini, kita bisa berlega hati bahwa akhirnya angklung yang ditakutkan akan diakui lagi sebagai milik tetangga sebelah, telah ditetapkan sebagai warisan dunia pada sidang ke 5 Inter-Governmental committee UNESCO di Nairobi, Kenya dua hari yang lalu (16 November 2010)

Angklung ditetapkan sebagai The Representative list of Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Kalau dilihat dari ketakutan dan reaksi yang cukup heboh setiap kali ada sesuatu yang berasal dari negeri ini yang disinyalir akan diaku-aku oleh tetangga serumpun, rasanya kok gak sebanding ya dengan pemberitaan mengenai keputusan UNESCO yang menyatakan bahwa Angklung merupakan warisan budaya yang berasal dari Indonesia. Seolah berita ini tidak begitu penting,padahal dengan enteng kita sudah seringkali menuduh mereka dengan sebutan maling, sampai-sampai kita seperti lupa bahwa kita bertetangga dan bersaudara. Tapi gak apa lah, yang penting ada beritanya…


Sebagai warisan budaya yang pernah terkesan diperebutkan, maka sudah sewajarnya kita menjaganya dengan penuh perhatian jika kemudian kita lah yang mendapatkan, jangan sampai tidak mampu kita merawat keberadaannya dan tinggal jadi nostalgia “dulu, angklung adalah budaya Indonesia”, kasihan khan orang-orang yang sudah bersusah payah mengembangkan dan mempertahankan keberadaan seni budaya angklung ini kalau semua itu cuma bakal jadi sejarah, jangan sampai lestari nya berupa “mumi”. Kasihan Mang Udjo kalau itu sampai terjadi
Mang Udjo Ngalagena, bertahun-tahun sejak tahun 1966 beliau berupaya mengembangkan tekhnik permainan dan mengajarkan cara memainkan alat musik tradisonal ini pada berbagai komunitas yang mempunyai ketertarikan yang sama pada seni budaya yang sebenarnya bukan cuma ada di Jawa Barat saja. Bersama istrinya Uum Sumiati, pada tahu 1966, Mang Udjo mendirikan workshop kebudayaan, tempat yang menjadi pusat kerajinan sekaligus tempat pertunjukan kerajinan seni yang terbuat dari bambu ini, disamping sebagai laboratorium dan tempat belajar yang dibangun atas dasar keinginan beliau untuk memelihara dan melestarikan Kebudayaan tradisional Sunda, termasuk angklung.
Rasanya, Bolehlah kita tiru bagaimana cara negara tetangga kita memperkenalkan seni budaya ini sejak mulai dari bangku sekolah dasar, agar generasi berikutnya bukan cuma pernah dengar tentang angklung namun tidak tahu bagaimana bentuk dan cara memainkannya, tetapi benar-benar mampu memainkannya.
Pertanyaannya, ini tugas siapa???


sumber: wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...